Langsung ke konten utama

Penikmat Drama Korea, Bukan Makanan Korea


Seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, menonton drama korea itu bisa menambah pengetahuan kita. Salah satunya adalah tentang makanan yang ada di Korea Selatan. Tak bisa dipungkiri, semenjak Hallyu Wave melanda Indonesia, tidak hanya tayangan dan musiknya yang menjadi terkenal, makanan-makanannya pun mulai menjadi primadona. Restoran, gerobak, hingga penjual online pun mulai menjajakan masakan yang awalnya hanya kita lihat di drama korea itu. Lalu apakah saya pernah mencobanya? Kali ini di topik ke-8 saya akan membahas tentang "Makanan Korea yang Sudah Dicoba atau Menjadi Favorit".


Membahas tentang makanan Korea, saya jadi ingat buka puasa bersama teman-teman kuliah tahun 2014 yang lalu. Hari itu kami memutuskan masak sendiri makanan untuk berbuka. Jadi kami berkumpul dulu dari siang, lalu belanja bersama dan lanjut masak bersama. Tema masakan yang kami pilih hari itu adalah masakan Asia Timur. Ada kimbab, bulgogi, dan kimchi yang berasal dari Korea, juga okonomiyaki yang berasal dari Jepang.

Hasil Karya Kami


Saya ingat waktu itu mendapat tugas untuk membuat kimbab bersama dua orang teman lainnya. Kimbab adalah nasi yang digulung dengan rumput laut kering, lalu diberi isian. Sekilas mirip dengan sushi tampilannya. Ternyata menggulung kimbab tidaklah mudah. Jika gulungannya kurang rapat, maka ketika dipotong nasi dan isiannya akan berhamburan. Ada beberapa gulungan kami yang gagal saat itu, dan akhirnya dimakan begitu saja.


Menjelang malam kembali kami menyantap nasi goreng, dan ditutup dengan memakan mie instan (entah ramen atau ramyoen) langsung dari pancinya. Tentu saja hal ini terinspirasi dari drama-drama korea yang sering kami tonton. Kebetulan kami semua penikmat drama korea, baik yang perempuan maupun yang laki-laki. Keseruan semakin lengkap dengan permainan UNO yang menemani kami sampai larut malam. Rindunyaaaa…

Setelah Masak dan Makan Bersama

Jadi, disitulah awalnya saya berkenalan dengan makanan-makanan korea itu, kecuali kimchi.  Untuk kimchi saya pertama kali mencoba saat datang ke sebuah bazar bertema Korea di kawasan Renon, Denpasar. Awalnya saya bersemangat untuk membeli kimchi karena penasaran, namun setelah mencoba, ternyata rasanya pedas. Batal sudah rencana saya. Sebetulnya ada juga kimchi dalam versi tidak pedas, namun menurut saya rasanya tetap aneh. Jadi saya tetap tidak jadi membelinya.


Perjalanan kuliner makanan korea saya sesungguhnya tidak banyak. Saat pindah ke Bandung saya mulai mengenal restoran masakan korea seperti Mujigae dan Yoogane (Sepertinya tidak ada di Malang dan Bali pada tahun sebelum 2015). Lalu muncul juga Chingu Cafe yang sangat hits pada masanya. Sekarang saya yakin sudah semakin banyak bermunculan restoran lainnya.


Dari sekian banyak restoran, rumah makan dan kafe bertema Korea di Bandung, yang pernah saya coba hanya Yoogane. Biasanya saya membeli Bibimbap atau Bulgogi di sana. Di tempat ini kimchi yang disajikan tidak terlalu pedas, sehingga saya bisa melahapnya hingga habis. Tapi dibanding restoran makanan Korea saya masih lebih senang berkunjung ke restoran makanan Jepang atau chinese food. Makanan Korea di lidah saya seperti biasa saja. Mungkin karena baru satu tempat yang saya coba. Lain kali akan saya coba tempat makan lainnya.

Menu Yoogane yang Pernah Dicoba


Selain makanan di atas, saya juga pernah mencoba mie instan ala Korea yang beredar di Indonesia. Samyang dan Shin Ramyun adalah merk yang saya ingat. Tapi lagi-lagi saya tidak cocok dengan rasanya yang terlalu pedas. Selain indomie, Mikuya Ramen yang dikeluarkan oleh Nissin masih tetap menjadi favorit saya.


Sebetulnya masih ada makanan korea yang membuat saya penasaran, jjajangmyeon, japchae, tteokbokki, tokebbi, naengmyeon, bungeoppang dan patbigsu. Untuk bungeoppang dan patbingsu, dari deskripsi yang saya baca di internet, sebetulnya mirip dengan makanan yang pernah saya makan sebelumnya. Bungeoppang mirip dengan taiyaki, yaitu sejenis roti berbentuk ikan yang diberi isian kacang merah. Sedangkan Patbingsu adalah es serut yang ditaburi kacang merah dan sirup. Tidak asing bukan? Saya penasaran apakah rasanya sama. Apalagi bisa makan langsung di negaranya. Mimpi boleh dong ya? 😁

Komentar

  1. Wah mantap sudah pernah bijin sendiri menu masakan korea, aq baru mau bikin nasgor kimchi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rame2 itu. Kl yang bikin sendiri baru pernah bikin yang beef bulgogi

      Hapus
  2. Disaat org2 bilang kimchi enak kita malah sebalik'y ya 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahhaha iya. Rasa aneh di lidah kl di makan kimchinya aja

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan Zona 7 Bunda Sayang (Hari 2)

Hari ke-2 ini kelompok kami sudah semakin matang diskusinya. Kami sudah menentukan judul apa yang akan diangkat, yaitu "Pendidikan Seksualitas pada Anak Usia Dini: Aku, Keluarga dan Sekitar".  Ada 4 materi yang akan kami bahas, antara lain: 1. Tahu Keluarga dan Sekitar 2. Saling Menyayangi 3. Tidur Terpisah dengan Orang Tua atau Saudara 4. Waspada Terhadap Orang di Sekitar Alur kerja juga disusun untuk memudahkan kerja tim. Beberapa teman sekelompok pun sudah ambil bagian dalam pembagian kerja. Mulai dari penanggung jawab, penulis materi, editor, penyusun naskah, desain cover dan isi, tim kreatif, dan lain sebagainya. Namun kali ini saya tidak mengambil peran dalam tugas kelompok. Dan hanya menjadi penggembira serta penyemangat. 😁

Kenapa Jatuh Cinta dengan Drama Korea?

Drama Lawas, Autumn in My Heart Drama Korea adalah salah satu jenis tontonan yang banyak disukai. Dari mulai remaja, ibu-ibu hingga bapak-bapak di luar sana senang menonton tayangan yang satu ini. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, dimana masyarakat dihimbau untuk di rumah saja jika tidak memiliki keperluan penting, semakin banyaklah penikmat drakor bertebaran.  Saya sendiri sudah belasan tahun menjadi penikmat drama Korea. Sejak Endless Love/Autumn in My Heart tayang di stasiun televisi Indonesia. Drama ini bercerita tentang anak yang tertukar (atau sengaja ditukar?), dimana akhirnya kembali ke orang tua masing-masing. Lalu setelah dewasa "mantan" kakak adik yang terpisah bertemu kembali dan saling jatuh cinta.  Cerita ini sukses membuat saya gagal move on hingga saat ini. Apalagi episode-episode awal yang menceritakan harmonisnya hubungan kakak beradik itu saat masih di bangku sekolah. Saya yang seorang anak sulung merasa begitu "iri". Seru membayangka

Setiap Lagu Menyimpan Cerita

Ketika berbicara tentang OST atau Original Soundtrack , ingatan saya selalu melayang pada hari-hari ketika saya masih duduk di bangku SMP. Pada suatu hari, di kelas kami diadakan semacam pentas seni. Para siswa diminta untuk tampil, baik secara individu maupun secara kelompok. Saya tidak terlalu ingat detailnya, namun ada satu hal yang saya ingat sampai sekarang. Seorang teman saya tampil membawakan melodi "Romance de Amor" dengan gitar akustiknya, dan sukses membuat para siswi yang hadir di sana "terpesona", bahkan beberapa siswi sampai berurai air mata. Melodi "Romance de Amor" ini memang sedang naik daun karena menjadi musik pengiring sebuah drama Korea yang booming saat itu, yaitu Endless Love atau Autumn in My Heart. "Sihir" melodi itu seperti semakin kuat karena dibawakan oleh salah satu siswa idola para wanita di sekolah saya. Ya, para gadis itu bercucuran air mata bukan hanya karena melodi yang menyayat hati, namun juga sosok penuh peson