Langsung ke konten utama

Tak Ada Sekolah Untuk Menjadi Orang Tua

Menjadi orang tua adalah pengalaman yang luar biasa bagi saya dan suami. Berbagai hal tidak terduga terjadi selama prosesnya. Mulai dari masa kehamilan, melahirkan, hingga saat anak kami sudah lahir ke dunia. Apakah kami siap saat pertama menjadi orang tua? Bisa saya katakan tidak. Pengetahuan saya dan suami masih sangat sedikit terkait ilmu menjadi orang tua ini, karena memang kami belum mempersiapkan diri untuk masuk ke fase ini. Kami tidak tahu bahwa menjadi orang tua pun membutuhkan ilmu. Saya pikir semua akan berjalan seperti apa adanya, namun ketidaktahuan kami membuat masa kehamilan, melahirkan, dan masa awal memiliki bayi sebagai masa yang berat, melelahkan dan penuh perselisihan.


Pada awal masa kehamilan, perubahan fisik dan psikis yang saya alami sempat membuat hubungan kami kacau. Mual, muntah, susah makan, dan mudah lelah membuat saya menghabiskan banyak waktu untuk bermalas-malasan, bahkan tidur hampir sepanjang hari. Suami yang belum paham tentang kondisi ini, dan tentu saja tidak bisa merasakan apa yang saya rasakan, belum bisa menerima kebiasaan baru saya. Dia marah ketika waktu berangkat kerja dan saya masih tidur, dia marah ketika pakaian habis dan saya belum sempat mencuci, sedangkan saya harus berjuang mengatasi kondisi yang baru pertama kali saya rasakan. Siapa yang menyangka bahwa hamil akan seperti ini?


Seiring berjalannya waktu kami sama-sama belajar. Membeli buku tentang kehamilan, bertanya kepada dokter dan tenaga kesehatan terkait, membaca artikel, berbagi pengalaman dengan teman dan keluarga yang telah lebih dulu mengalami, dan lain sebagainya. Semua kami lakukan untuk meningkatkan pengetahuan. Seiring bertambahnya pengetahuan dan komunikasi yang kami lakukan, semua kembali berjalan dengan baik. 


Hal serupa terjadi pada bulan-bulan awal setelah melahirkan. Pertengkaran kecil pun sering terjadi karena kami yang belum punya banyak ilmu dan masih beradaptasi. Apalagi saya harus bedrest selama 40 hari karena terjadi hal diluar kendali. Hal yang jarang terjadi pada kelahiran normal, yaitu jahitan saya lepas dan harus dijahit lagi, namun setelah dijahit ulang pun masih butuh waktu lama untuk pulih. Saya tidak boleh banyak bergerak untuk mencegah jahitan terlepas kembali. Mental saya sedikit terganggu karena merasa tidak berdaya. Belum lagi kelelahan fisik dan minimnya pengetahuan dalam menangani bayi baru lahir. Kombinasinya sungguh membuat masa-masa itu menjadi masa yang berat dalam ingatan saya. Akhirnya, belajar, menambah pengetahuan berbagi kisah, dan pengalaman adalah obat yang mujarab untuk memulihkan kondisi. Memang terasa terlambat, seharusnya kami belajar dari sebelum masa kehamilan itu, atau bahkan sebelum menikah, namun menjadi orang tua memang tidak ada sekolahnya. Siapa yang tau apa saja yang harus dipelajari jika belum mengalami?


Berbekal pengalaman masa kehamilan, proses melahirkan, dan masa awal mempunyai bayi yang sangat minim ilmu, saya merasa tidak boleh lagi tertinggal informasi. Saya mulai banyak membaca dan mencari tahu apa yang harus saya pelajari sebagai bekal saya membersamai anak saya nantinya. Dari sana mulai terbukalah pintu-pintu untuk belajar lebih jauh. Semakin banyak membaca, semakin banyak berbagi pengalaman, semakin banyak informasi yang saya kumpulkan bersama suami, terasa semakin ringanlah beban di pundak kami.


Sebagai orang tua kita memang harus banyak belajar, karena semakin anak tumbuh besar, semakin banyak ilmu yang dibutuhkan. Informasi yang beragam akan melengkapi perjalanan kita sebagai orang tua. Apalagi, di era digital saat ini, sangat mudah mendapatkan informasi dan ilmu-ilmu yang kita butuhkan. Baik lewat seminar, pelatihan, buku-buku, artikel, dan lain sebagainya. Ilmu tersebut tidak hanya bisa didapatkan lewat kegiatan offline namun sudah banyak pula yang bisa kita nikmati melalui jalur online.


"Mau menjadi dokter ada sekolahnya, mau menjadi pilot juga ada sekolahnya. Kita adalah orangtua yang tidak pernah sekolah orang tua. Jadi lebih baik segera belajar menjadi orang tua yang baik ketimbang hanya bisa memarahi dan menghukum anak setiap hari."

-Ayah Edy


Dari kutipan Ayah Edy di atas, kita harus terus belajar menjadi orang tua yang lebih baik. Menjadi orang tua sesungguhnya adalah proses tiada henti. Seiring perkembangan anak, tantangan yang kita hadapi akan berubah, dan ilmu yang kita miliki pun harus terus berkembang. Sebagai orang tua kita tidak boleh kekurangan ilmu, karena dasar pendidikan anak ada di tangan kita.


Tugas orang tua adalah membersamai dan membimbing anak di setiap tahap kehidupannya. Tidak hanya memperhatikan pertumbuhan anak secara fisik, namun juga perkembangan anak secara mental dan spiritual. Pertumbuhan dan perkembangan ini bisa dirangsang dengan beragam stimulasi. Disinilah peran penting orang tua dibutuhkan untuk memberi beragam stimulasi dan bimbingan agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Untuk tahu hal apa saja yang harus kita lakukan, sekali lagi kita harus belajar. Walaupun tidak semua teori yang kita baca sukses diterapkan dalam pengasuhan kita, namun memiliki pengetahuan lebih baik daripada tidak tahu apa-apa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan Zona 7 Bunda Sayang (Hari 2)

Hari ke-2 ini kelompok kami sudah semakin matang diskusinya. Kami sudah menentukan judul apa yang akan diangkat, yaitu "Pendidikan Seksualitas pada Anak Usia Dini: Aku, Keluarga dan Sekitar".  Ada 4 materi yang akan kami bahas, antara lain: 1. Tahu Keluarga dan Sekitar 2. Saling Menyayangi 3. Tidur Terpisah dengan Orang Tua atau Saudara 4. Waspada Terhadap Orang di Sekitar Alur kerja juga disusun untuk memudahkan kerja tim. Beberapa teman sekelompok pun sudah ambil bagian dalam pembagian kerja. Mulai dari penanggung jawab, penulis materi, editor, penyusun naskah, desain cover dan isi, tim kreatif, dan lain sebagainya. Namun kali ini saya tidak mengambil peran dalam tugas kelompok. Dan hanya menjadi penggembira serta penyemangat. 😁

Kenapa Jatuh Cinta dengan Drama Korea?

Drama Lawas, Autumn in My Heart Drama Korea adalah salah satu jenis tontonan yang banyak disukai. Dari mulai remaja, ibu-ibu hingga bapak-bapak di luar sana senang menonton tayangan yang satu ini. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, dimana masyarakat dihimbau untuk di rumah saja jika tidak memiliki keperluan penting, semakin banyaklah penikmat drakor bertebaran.  Saya sendiri sudah belasan tahun menjadi penikmat drama Korea. Sejak Endless Love/Autumn in My Heart tayang di stasiun televisi Indonesia. Drama ini bercerita tentang anak yang tertukar (atau sengaja ditukar?), dimana akhirnya kembali ke orang tua masing-masing. Lalu setelah dewasa "mantan" kakak adik yang terpisah bertemu kembali dan saling jatuh cinta.  Cerita ini sukses membuat saya gagal move on hingga saat ini. Apalagi episode-episode awal yang menceritakan harmonisnya hubungan kakak beradik itu saat masih di bangku sekolah. Saya yang seorang anak sulung merasa begitu "iri". Seru membayangka

Setiap Lagu Menyimpan Cerita

Ketika berbicara tentang OST atau Original Soundtrack , ingatan saya selalu melayang pada hari-hari ketika saya masih duduk di bangku SMP. Pada suatu hari, di kelas kami diadakan semacam pentas seni. Para siswa diminta untuk tampil, baik secara individu maupun secara kelompok. Saya tidak terlalu ingat detailnya, namun ada satu hal yang saya ingat sampai sekarang. Seorang teman saya tampil membawakan melodi "Romance de Amor" dengan gitar akustiknya, dan sukses membuat para siswi yang hadir di sana "terpesona", bahkan beberapa siswi sampai berurai air mata. Melodi "Romance de Amor" ini memang sedang naik daun karena menjadi musik pengiring sebuah drama Korea yang booming saat itu, yaitu Endless Love atau Autumn in My Heart. "Sihir" melodi itu seperti semakin kuat karena dibawakan oleh salah satu siswa idola para wanita di sekolah saya. Ya, para gadis itu bercucuran air mata bukan hanya karena melodi yang menyayat hati, namun juga sosok penuh peson