Langsung ke konten utama

Rooftop Prince : Konflik Dua Zaman


Saya bukan tipe orang yang senang membaca atau menonton ulang buku dan tayangan yang hanya bersifat hiburan. Buat saya menonton atau membaca ulang sesuatu seperti itu terasa membuang-buang waktu saya yang berharga. Terutama sekarang ini, saat akses internet ada dimana-mana dengan kecepatan super cepat. Berbeda dengan dulu saat internet belum merajai seperti sekarang. Saat bosan saya akan menonton apa saja yg ada di televisi, baik tayangan ulang atau bukan. Apalagi jika yang diputar acara atau film favorit saya. Begitu pula dengan buku, jika tidak ada buku baru yang bisa saya baca, maka saya akan membaca ulang buku-buku lama saya, lalu belajar membuat kerangka novel atau merangkai cerita berdasarkan buku-buku yang ada.


Faktor lain yang membuat saya membaca atau menonton ulang adalah buku atau film tersebut berseri. Jika buku atau film baru yang akan rilis berselang jauh dari yang sebelumnya, dan saya sudah lupa, maka saya akan membaca atau menonton ulang. Seperti film X-Men. Saya pernah menonton ulang semua serinya dari awal hingga akhir saat akan dirilis film X-Men: Apocalypse pada tahun 2016. Juga buku Supernova dari Dewi Lestari. Sebelum membeli buku Gelombang, saya membaca ulang semua buku-buku sebelumnya.


Uniknya, untuk drama (Korea, Jepang, Taiwan dll), saya hampir tidak pernah menonton ulang tayangannya, bahkan saat di putar lagi di televisi. Mungkin karena episodenya yang panjang, menonton ulang terasa semakin membuang waktu. Sampai pada suatu ketika saya merasa tidak ada tontonan yang menarik minat saya (Kalau tidak salah sekitar tahun 2016). Saya pun mencoba mengingat-ingat lagi drama lama apa yang menarik. Akhirnya pilihan saya jatuh pada sebuah drama Korea berjudul Rooftop Prince (2012). Saya merasa suka dengan drama ini namun tidak ingat ceritanya, bahkan secara garis besar. Jadi saya ingin tahu apakah setelah menonton ulang saya akan tetap menilai drama ini sebagai drama yang bagus, dan ternyata setelah menonton ulang, saya tetap merasa puas.


Rooftop Prince yang bercerita tentang seorang putra mahkota dari jaman Joseon yang tiba-tiba datang ke masa depan ini pernah saya bahas sepintas di tulisan sebelumnya (Drama Fantasi Selalu Di Hati). Sang Putra Mahkota, Lee Gak, yang diperankan oleh Park Yoochun itu menjelajah waktu bersama ketiga pengawalnya setelah istrinya meninggal secara misterius. Mereka muncul di sebuah rumah atap milik seorang wanita bernama Park-ha yang diperankan oleh Han Ji-min. Karena tidak memiliki tempat tujuan, akhirnya mereka tinggal disana bersama Park-ha.


Ternyata wajah sang putra mahkota ini mirip dengan seorang Pria di masa itu yang bernama Tae-Yong. Tae-Yong sendiri justru menghilang setelah usaha pembunuhan oleh sepupunya. Di masa itu Lee Gak juga bertemu dengan seorang wanita yang wajahnya sangat mirip dengan istrinya yang meninggal di masa lalu. Dia merasa bahwa wanita itu adalah reinkarnasi sang istri dan mengikutinya. Lee Gak pun berjumpa dengan nenek Tae-Yong yang mengira dia adalah cucunya. Cerita pun terus bergulir hingga akhirnya Lee Gak sadar, perjalanannya ke masa depan ini membantunya mencari kebenaran di balik misteri kematian sang putri mahkota, istri yang sangat dicintainya.


Saya suka drama ini karena menceritakan konflik pada dua zaman sekaligus. Konflik keluarga kerajaan di era Joseon serta konflik keluarga chaebol di era modern. Komedi yang diselipkan di tiap episodenya pun membuat drama ini lebih segar. Meski konfliknya terasa pelik, saya sebagai penonton tidak terlalu tegang. Mungkin suatu hari nanti saya akan menontonnya lagi jika tidak ada tayangan yang menarik. Ngomong-ngomong soal menonton ulang, saya jadi ingin menonton ulang drama sejenis yang berjudul Queen In-Hyeon's Man (2012). Satu-satunya drama yang membuat saya maraton 16 episode tanpa henti selama satu hari satu malam.

Komentar

  1. Waw saya juga suka Rooftop Prince, kocak euy. Queen In Hyeon's Man juga. Tp belom pernah si nonton sehari semalem lgsg tamat. Haha mantap mba..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha karena dulu masih bujang. Nontonnya weekend. dari sabtu sore saya lanjutkan sampai minggu pagi. Habis itu hibernasi hahahha

      Hapus
  2. ada setting modernnya ya? sering liat nongol di Netflix, kapan-kapan tonton ah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada setting modernnya. Malah banyakan setting modern kl gak salah.
      Coba tonton kapan2 kl bingung mau nonton apa. Tapi romancenya gak begitu berkesan di akunya. Aku suka konfliknya

      Hapus
  3. Waah... Saya juga nonton rooftop. Bodor ngeliat mereka masuk dunia masa depan rombongan. Hehe.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tantangan Zona 7 Bunda Sayang (Hari 2)

Hari ke-2 ini kelompok kami sudah semakin matang diskusinya. Kami sudah menentukan judul apa yang akan diangkat, yaitu "Pendidikan Seksualitas pada Anak Usia Dini: Aku, Keluarga dan Sekitar".  Ada 4 materi yang akan kami bahas, antara lain: 1. Tahu Keluarga dan Sekitar 2. Saling Menyayangi 3. Tidur Terpisah dengan Orang Tua atau Saudara 4. Waspada Terhadap Orang di Sekitar Alur kerja juga disusun untuk memudahkan kerja tim. Beberapa teman sekelompok pun sudah ambil bagian dalam pembagian kerja. Mulai dari penanggung jawab, penulis materi, editor, penyusun naskah, desain cover dan isi, tim kreatif, dan lain sebagainya. Namun kali ini saya tidak mengambil peran dalam tugas kelompok. Dan hanya menjadi penggembira serta penyemangat. 😁

Kenapa Jatuh Cinta dengan Drama Korea?

Drama Lawas, Autumn in My Heart Drama Korea adalah salah satu jenis tontonan yang banyak disukai. Dari mulai remaja, ibu-ibu hingga bapak-bapak di luar sana senang menonton tayangan yang satu ini. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, dimana masyarakat dihimbau untuk di rumah saja jika tidak memiliki keperluan penting, semakin banyaklah penikmat drakor bertebaran.  Saya sendiri sudah belasan tahun menjadi penikmat drama Korea. Sejak Endless Love/Autumn in My Heart tayang di stasiun televisi Indonesia. Drama ini bercerita tentang anak yang tertukar (atau sengaja ditukar?), dimana akhirnya kembali ke orang tua masing-masing. Lalu setelah dewasa "mantan" kakak adik yang terpisah bertemu kembali dan saling jatuh cinta.  Cerita ini sukses membuat saya gagal move on hingga saat ini. Apalagi episode-episode awal yang menceritakan harmonisnya hubungan kakak beradik itu saat masih di bangku sekolah. Saya yang seorang anak sulung merasa begitu "iri". Seru membayangka

Setiap Lagu Menyimpan Cerita

Ketika berbicara tentang OST atau Original Soundtrack , ingatan saya selalu melayang pada hari-hari ketika saya masih duduk di bangku SMP. Pada suatu hari, di kelas kami diadakan semacam pentas seni. Para siswa diminta untuk tampil, baik secara individu maupun secara kelompok. Saya tidak terlalu ingat detailnya, namun ada satu hal yang saya ingat sampai sekarang. Seorang teman saya tampil membawakan melodi "Romance de Amor" dengan gitar akustiknya, dan sukses membuat para siswi yang hadir di sana "terpesona", bahkan beberapa siswi sampai berurai air mata. Melodi "Romance de Amor" ini memang sedang naik daun karena menjadi musik pengiring sebuah drama Korea yang booming saat itu, yaitu Endless Love atau Autumn in My Heart. "Sihir" melodi itu seperti semakin kuat karena dibawakan oleh salah satu siswa idola para wanita di sekolah saya. Ya, para gadis itu bercucuran air mata bukan hanya karena melodi yang menyayat hati, namun juga sosok penuh peson